Gading – Surabaya Pelajaran Al Islam tidak lagi melulu diajarkan oleh guru didalam kelas dengan berceramah saja, melainkan kali ini dikemas secara edutainment. Pada kesempatan kali ini pelajaran memasuki bab atau tema Sejarah Masuknya Islam di Indonesia, seperti biasa guru cenderung menceritakan perjuangan para walisongo berda’wah menyiarkan Islam khususnya di tanah Jawa. Tapi saat ini siswa diberi pengetahuan tentang perjuangan seorang tokoh islam dari Tiongkok, Laksamana Cheng Hoo, yang berkesempatan masuk ke Indonesia dan berda’wah di tanah Jawa.
Sebelum berangkat, siswa kelas 4 diberi pengarahan oleh ustadahnya sebelum melaksanakan Outdoor agar mereka harus sopan dan berlaku sebagai tamu yang tidak bising dan bertanggung jawab terhadap barang bawaannya sendiri. Ketika waktu menunjukkan pukul 09.30 WIB, siswa-siswi Al Farazi dan Al Jabar mendapat bekal minuman mineral dan snack berupa roti dan langsung bersiap diri memasuki 3 angkot carteran untuk berangkat ke Masjid Cheng Hoo.
Setelah tiba di Jalan Gading 2, siswa-siswi binaan Muji-Prima/Laily-Endang berkumpul disamping masjid dan meletakkan semua tas, makanan dan barang bawaannya. Kemudian ustad Ain sebagai pendamping murid mengkondisikan anak-anak agar tetap tertib, dan mengingatkan, sekarang mereka berada didalam masjid, Sedangkan ustad Achung berkordinasi menemui ketua Ta’mir Masjid.
Sebelum berangkat, siswa kelas 4 diberi pengarahan oleh ustadahnya sebelum melaksanakan Outdoor agar mereka harus sopan dan berlaku sebagai tamu yang tidak bising dan bertanggung jawab terhadap barang bawaannya sendiri. Ketika waktu menunjukkan pukul 09.30 WIB, siswa-siswi Al Farazi dan Al Jabar mendapat bekal minuman mineral dan snack berupa roti dan langsung bersiap diri memasuki 3 angkot carteran untuk berangkat ke Masjid Cheng Hoo.
Setelah tiba di Jalan Gading 2, siswa-siswi binaan Muji-Prima/Laily-Endang berkumpul disamping masjid dan meletakkan semua tas, makanan dan barang bawaannya. Kemudian ustad Ain sebagai pendamping murid mengkondisikan anak-anak agar tetap tertib, dan mengingatkan, sekarang mereka berada didalam masjid, Sedangkan ustad Achung berkordinasi menemui ketua Ta’mir Masjid.
Tampak anak-anak berlarian naik turun lantai dan bermain serta mengamati keindahan ornament-ornamen masjid yang khas dan unik. Seperti lampu yang ada di dinding langit-langit (kubah) masjid, bedug, kaligrafi, pintu masuk dan pahatan wajah serta armada kapal Laksamana Cheng Hoo. Kemudian Ustadah Muji dan Ustadah Laily membagikan lembaran tugas kepada anak-anak berupa 3 point utama hal yang perlu diketahui pada outdoor kali ini, dan adapula instruksi untuk meminta anak-anak menggambar kapal armada Laksamana Cheng Hoo.
Tak lama berselang Ketua Ta’mir Masjid telah hadir ditengah anak-anak, acara pun dimulai dan dibuka oleh ustad Ain dengan perkenalan dan menceritakan tentang tema belajar kali ini, serta mengenalkan kepada anak-anak bahwa Pak Ta’mir Masjid bernama Ustad Hariyono. Kemudian waktu diberikan sepenuhnya kepada Ustad yang bermata sipit keturunan Tionghoa, beliau langsung menyapa anak-anak dengan salam dan dilanjutkan cerita sejarah berdirinya masjid Muhammad Cheng Hoo. Dalam penjelasannya, Ustad Haryono menceritakan tentang PITI yang kepanjangan dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia atau Pembina Iman Tauhid dan Islam, sebagai komunitas kaum Tionghoa muslim di Surabaya. Dan mereka membentuk sebuah yayasan yang bernama Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia. Kemudian para tokoh Yayasan ingin memiliki sebuah masjid, ide itu pun direalisasikan, dan pada Maret 1992 berdirilah Masjid Muhammad Cheng Hoo. Ketika sudah diresmikan. Masjid Muhammad Cheng Hoo mendapat penghargaan dari MURI Indonesia sebagai masjid terunik bernuansa klenteng seperti tempat ibadah umat Budha, dipenuhi oleh ornament-ornament khas negeri Tiongkok.
Tak lama berselang Ketua Ta’mir Masjid telah hadir ditengah anak-anak, acara pun dimulai dan dibuka oleh ustad Ain dengan perkenalan dan menceritakan tentang tema belajar kali ini, serta mengenalkan kepada anak-anak bahwa Pak Ta’mir Masjid bernama Ustad Hariyono. Kemudian waktu diberikan sepenuhnya kepada Ustad yang bermata sipit keturunan Tionghoa, beliau langsung menyapa anak-anak dengan salam dan dilanjutkan cerita sejarah berdirinya masjid Muhammad Cheng Hoo. Dalam penjelasannya, Ustad Haryono menceritakan tentang PITI yang kepanjangan dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia atau Pembina Iman Tauhid dan Islam, sebagai komunitas kaum Tionghoa muslim di Surabaya. Dan mereka membentuk sebuah yayasan yang bernama Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Indonesia. Kemudian para tokoh Yayasan ingin memiliki sebuah masjid, ide itu pun direalisasikan, dan pada Maret 1992 berdirilah Masjid Muhammad Cheng Hoo. Ketika sudah diresmikan. Masjid Muhammad Cheng Hoo mendapat penghargaan dari MURI Indonesia sebagai masjid terunik bernuansa klenteng seperti tempat ibadah umat Budha, dipenuhi oleh ornament-ornament khas negeri Tiongkok.
Haryono menambahkan; Sedangkan sejarah tentang Laksamana Cheng Hoo itu sendiri hidup di kisaran tahun 1400 M pada jaman kekaisaran MING, di negeri Tiongkok Cheng Hoo dikenal dengan nama Zheng He, beliau seorang Bahariawan muslim yang dengan ratusan armada kapalnya mengelilingi dunia dan sampai ke Indonesia. Dengan misi utamanya Perdamaian dengan berda’wah lewat jalur perdagangan seperti keramik, sutra dan obat-obatan. Setelah pasukan Laksamana Cheng Hoo bisa diterima oleh masyarakat Jawa pada saat itu, akhirnya Cheng Hoo, kembali ke Tiongkok dan membawa para ahli perkebunan dan peternakan dibawa ke tanah jawa lalu menetap dan berasimilasi dengan penduduk setempat kemudian berumah tangga dan pada akhirnya banyak sekali umat muslim tionghoa atau keturunan, yang menyebar tinggal di tanah jawa, dan adapun keturunannya, ada yang menjadi keturunan para walisongo yang sudah sering kita kenal. Tampak Siswi-siswi sekolah kreatif SD Muhammadiyah 20 antusias mendengarkan cerita Bapak Ta’mir, dan ketika sesi tanya jawab Milda dan Reva tidak mau ketinggalan bertanya tentang Kapan meninggalnya Cheng hoo, istri cheng hoo bernama siapa? Macam-macam dan lucu-lucu pertanyaannya ditambah lagi Dio dan Rhino menanyakan makamnya dimana? apa masjid ini yang membangun Cheng Hoo, Tahun berapa Cheng hoo kesini, apa ada keturunannya?. Semua pertanyaan itu satu dijawab dengan senyuman hangat dari sang Ta’mir, bahwa Cheng Hoo meninggal sekitar tahun 1430 an, dan beliau meninggal di tengah laut saat berlayar, tidak punya istri, silsilah keluarganya masih ada di Tiongkok. Satu-satunya peninggalan chenghoo adalah jangkar yang ada di semarang.
Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB, acara ditutup oleh ustad Ain, anak-anak dikoordinasi oleh ustadahnya agar tetap tertib dan meminta Rhino dan Virghina, sebagai perwakilan sekolah memberikan cindera mata berupa lukisan warna ukuran besar bergambar masjid Cheng Hoo yang dikelilingi murid-murid Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 20, kepada Ustad Haryono selaku Ketua Ta'mir Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya. Kemudian Ustad Haryono meninggalkan masjid dan anak-anak menunggu waktu sholat dhuhur di selingi dengan menggambar kapal dan beristirahat makan dan minum. Ketika masuk adzan anak-anak bersiap untuk berjama’ah sholat dhuhur. Setelah sholat anak-anak meluncur pulang kembali ke sekolah. (Achung)
Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB, acara ditutup oleh ustad Ain, anak-anak dikoordinasi oleh ustadahnya agar tetap tertib dan meminta Rhino dan Virghina, sebagai perwakilan sekolah memberikan cindera mata berupa lukisan warna ukuran besar bergambar masjid Cheng Hoo yang dikelilingi murid-murid Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 20, kepada Ustad Haryono selaku Ketua Ta'mir Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya. Kemudian Ustad Haryono meninggalkan masjid dan anak-anak menunggu waktu sholat dhuhur di selingi dengan menggambar kapal dan beristirahat makan dan minum. Ketika masuk adzan anak-anak bersiap untuk berjama’ah sholat dhuhur. Setelah sholat anak-anak meluncur pulang kembali ke sekolah. (Achung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar