Jumat, 18 Desember 2009

AKSI MUHARRAM 1431 H DAN HARI IBU

Tembok Dukuh - Menyemarakkan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1431 H, Sekolah Kreatif SD. Muhammadiyah 20 Tembok Dukuh, Jum’at (18 Desember 2009) menggelar berbagai kegiatan. Rangkaian acara tahun baru tersebut digabungkan dengan menyambut Hari Ibu tanggal 22 Desember nanti. Tampak puluhan meja berjajar dengan peralatan memasak di atasnya terlihat di halaman sekolah. Puluhan bapak dan anak-anak tampak sibuk dengan peralatan memasak tersebut. Mereka bahu membahu memasak hidangan lezat untuk bunda.
Menurut ustadah Marlin, ada 3 acara yang digelar hari ini, diantaranya adalah Lomba memasak aneka mie untuk ayah dan anak, yang kedua lelang karya (gambar) siswa dan pemberian Award kepada dua orang ibu perkasa. Ditambahkan oleh ketua umum panitia kegiatan peringatan Muharram ini, tema untuk lomba masak kali ini adalah, Special taste from dad and me for mom Untuk lomba gambar anak bertema : Mom, me and my desire to mom, sedangkan untuk Award rencananya diberikan kepada para ibu yang memiliki profesi sebagai penambal ban dan pengayuh becak.

Ditambahkan oleh sekretaris panitia; lomba masak ini diikuti oleh 15 grup dari perwakilan masing-masing kelas 1-6, kegiatan pertama adalah ujuk kebolehan tim ayah dan anak yang terdiri 5 ayah dan 5 anak dalam satu grup. Mereka diharuskan memasak aneka masakan mie yang nantinya hasil masakan akan dipersembahkan buat ibunda tercinta. Kegiatan kedua, tambah ustadah Nita, mengharuskan para siswa membuat hasil karya gambar yang telah dibuat dua minggu sebelumnya pada jam pelajaran art. Siswa diarahkan untuk membuat gambar ibu, anak, dan tulisan untuk ibu yang berisi pendapat, harapan dan ucapan terimakasih kepada ibunya. Setelah itu proses penghiasan dan pewarnaan. Karena nantinya hasil karya itu akan dilelang (jual) dengan harga minimal Rp 5 ribu yang akan dibeli oleh ibu para siswa sendiri dan seluruh hasil lelang akan disumbangkan pada dua orang ibu perkasa yaitu Ibu Salimah, seorang tukang tambal ban dan Ibu Khoirul Yatimah seorang tukang becak.

Mereka dianggap layak menerimanya karena mereka berperan sebagai tulang punggung keluarga. Salimah harus menghidupi keluarga setelah suaminya meninggal, sedangkan Yatimah harus melakoni pekerjaan yang seharusnya diperuntukkan bagi laki-laki itu untuk menuntaskan pendidikan anaknya, setelah suaminya mengalami penyakit dalam (komplikasi) cukup lama dan belum sembuh. Dalam acara ini anak-anak diharapkan bisa lebih peduli dan berempati kepada orang lain serta mengenalkan Tahun Baru Islam (Hijriyah) kepada para siswa, karena selama ini siswa lebih mengenal tahun baru Masehi dan untuk orang tua agar mereka bisa lebih dekat dan peduli dengan hasil karya anak, tambah Nita.
Acara yang dipandu oleh dua MC Kreatif, Ustadah Restu dan Ustad Supri membuka dan menghantarkan acara dengan semarak, diawali dengan sajian musik keyboard iringan Ustad I’ir yang membawakan lagu-lagu yang bertema ibu seperti Bunda, Sayang Mama dan Kasih Ibu, dinyanyikan oleh siswa-siswi kelas 1 dan 2. Setelah beberapa lagu didendangkan, acara langsung dibuka dengan sambutan oleh Ustad. Ain, mewakili kepala sekolah, yang saat itu sedang study banding di Bali.
Dan lombapun dimulai dengan ditandai oleh bunyi panjang dering bel sekolah. Langsung saja para peserta bergegas dengan trampil menyalakan kompor, memasak mi dan memotong sayur. Sedangkan ibu-ibu hanya menonton suaminya memasak, ada yang melihat pameran dan yang hanya baca koran. Dewan juri yang terdiri dari 4 ustadah, yaitu Shovie, Marlin, Nita dan Linda turut serta turun ke lapangan melihat jalannya lomba sambil menilai peserta berdasarkan kriteria penilaian yang ditentukan dari kerjamasama ayah dan anak, kreasi menyajikan makanan dan yang terakhir, rasa makanan.

Tak kalah dengan dewan juri, pembawa acara turut berkeliling mendatangi setiap meja peserta dan melakukan wawancara dengan mereka. Ustad Supri dan ustadah Restu tidak henti-hentinya memuji ketrampilan bapak-bapak dalam memasak, menyemangati dengan membuat yel-yel, dan tak lupa mencicipi makanan di setiap meja yang didatangi. Dan yang mengharukan saat ustadah restu meminta salah satu murid bernama Noval kelas 2 guitar untuk membaca tulisan yang ada digambar setelah dibeli oleh ibunya, dengan suara khas anak-anak, tersendat-sendat terdengar yang intinya :“Ibu, maafkan aku ya, gara-gara nganterin aku ibu jadi terlambat dan dimarahi bosnya. Ibu kerjanya jauh, di Suramadu. Ibu sudah kerjanya jauh pulangnya malam dan kerjanya hanya mencatat jajan”. (tulisan bukan seperti ini, tapi khas tulisan anak-anak, Red). Sontak ustadah Restu yang mewawancari berkaca-kaca dan meneteskan air mata melihat kehebatan seorang anak yang mampu mengungkapkan jujur isi hatinya.
Karena temanya adalah Special taste for mom, para bapak ini menunjukkan kreativitasnya dalam memberikan nama masakan sarat dengan nuansa cinta. Seperti kelompok 6, misalnya. Mereka menghidangkan Mi Jantung Hati dan minuman Es Soda Sayang. Masakan yang mereka hidangkan berupa mi yang dicetak berbentuk hati dengan taburan lauk pauk. “Minya di-boil (rebus) terus ditambah lauk. Minumannya special dari Vietnam. "Saya nyontek resep waktu tugas disana, ha.. ha.. Sederhana sih, Cuma soda dicampur air jeruk", kata Wahyudi, 40 salah seorang anggota kelompok 6. Sedangkan yang lain diberi nama Mie Goreng Fantasy dan Minuman Secang, yang disajikan indah dan ditata artistik, dari kelompok 7.
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul 09.45, acara dilanjutkan dengan dialog ala Kick Andy, dipandu oleh Supri dan Restu. Tapi sebelum dialog dimulai, Supri mempersilakan para hadirin yang diantaranya Ibu-ibu wali murid, untuk duduk diatas karpet yang telah disediakan dan menyaksikan film yang berdurasi sekitar 7 menit melalui layar lebar tentang keseharian bu Yatimah mengayuh becak mengantar penumpang dan kecekatan bu Salimah membongkar dan menambal ban sepeda motor, serta ada dialog singkat mengenai suka duka dan kisah hidup mereka. Semua yang hadir merasa iba dan bangga, melihat ketangguhan dari kedua ibu perkasa ini, yang berjuang demi kesejahteraan anak-anaknya.

Ustadah Restu mengawali wawancara dengan bu Khoirul Yatimah, yang menanyakan berbagai hal tentang perasaan malu, mengapa memilih profesi yang biasanya dilakukan kaum adam, suka dukanya dll. Semua itu dijawab dengan lugas dan natural tampak bu yatimah selalu mensyukuri atas semua rejeki yang diterimanya saat itu, apa dari hasil cuci, mbecak atau ngrombeng (serabutan). Dia bercerita pernah mau dirampok becaknya tapi tidak jadi ketika sang perampok sadar yang menarik becak seorang wanita, lebih lanjut diceritakan bahwa kedua anaknya yang sudah kelas 2 SMA dan kelas 3 SD (saat itu salah satunya diajak) tidak malu dengan profesi ibunya, dan menyadari ayahnya yang sekarang hanya bisa jaga warung rokok dan makanan ringan. Kemudian wawancara dilanjutkan dengan bahasa khas jawa suroboyoan, antara ustad Supri dan bu Salimah, yang asli orang Bangkalan Madura, tidak bisa berbahasa Indonesia. Mau tidak mau dialog berjalan dengan bahasa jawa ngoko sesekali di terjemahkan. Dalam jawabannya, bu Salimah menceritakan sudah 50 tahun merantau di Surabaya, dan 30 tahun tinggal di rumah gubuk pinggir jalan demak dekat kuburan mbah ratu, Dan menurut keterangan beliau saat wawancara. Bagaimana bisa berprofesi sebagai tukang tambal ban, beliau menjawab, itu semua diawali saat buka usaha warung, dan berdampingan dengan seorang penambal ban. Beliau tiap hari mengamati dan mempelajari. Kian lama beliau mulai berfikir untuk berani membuka tambal ban sendiri, begitu tekadnya. Seiring waktu dia bisa menabung dan membeli sendiri mesin pompa angin serta membesarkan tiga anaknya hingga menikahkannya dari hasil menambal ban.. Beliau memang menyayangkan anaknya yang sudah rumah tangga, jika dapat duit hanya untuk keluarganya sendiri, sedangkan beliau jika dapat duit dibagi untuk semua keluarga. Para hadirin yang mendengarkan memuji semangat mereka. Acara berlangsung kurang lebih 1 jam. Dan sekitar pukul 10.45 WIB acara dialog diakhiri, karena mendekati waktu untuk sholat jum’at.
Acara ditutup dengan pengumuman 3 besar pemenang lomba masak, oleh dewan juri dan memutuskan Group dengan nomor meja: 5,6 dan 9 sebagai pemenang, mereka diminta untuk maju semua sambil membawa makanannya. Juri meminta sang ayah menyerahkan makanan dan menyuapi bunda dengan mengungkapkan dulu perasaan sebagai bentuk cinta kasihnya. Setelah disuapi sang bunda pun harus berkomentar tentang masakan tersebut. Setelah itu diumumkan pemenangnya yaitu, juara 3 dari wakil kelas 2 meja no 6, juara 2 wakil dari kelas 4 meja no 5 dan Juara 1 wakil dari kelas 6 meja no 9. Para pemenang juara 1 dan 2 diberikan penghargaan untuk memberikan Uang Hasi Lelang yang saat itu memperoleh Rp. 3.290.000,- dan dipersembahkan semua kepada ibu perkasa masing-masing mendapat sekitar Rp.1.545.000 ayahanda dean memberikan ucapan selamat kepada ibu salimah dan berpesan agar tetap semangat menjalani hidup. Sedangkan ayahanda Virghina langsung memberikan uang sumbangan ke ibu Khoirul Yatimah. Dan mulai juara 1, 2 dan 3 mendapat hadiah dari panita yang dibagikan oleh ustadah Shovie, ustad Supri dan ustadah Linda.
Memang kemeriahan acara ini tidak dibayangkan oleh semua guru dan khususnya panitia, hingga para wartawan cetak, televisi, Radio dan internet lengkap hadir, seperti Jawa Pos (Cetak), El Shinta – on air (Udara), Detik.Com (internet) dan terakhir JTV (Televisi). Dan tak kalah semua wali murid yang mau dan sukarela mengikuti acara ini, pihak sekolah menghargai sekali bentuk kerjasama dan penghargaan waktu yang diberikan khususnya para bapak-bapak yang peduli dan cinta terhadap keluarganya terkhusus istri dan anak-anaknya. Acara yang digelar sederhana, hari itu tampak mewah bak pagelaran pameran di sebuah galeri (menyulap kelas jadi ruang pameran), dan terlebih lagi penghargaan yang tinggi bagi orang tua yang peduli dengan karya anaknya membeli dengan harga hingga Rp. 100.000 per-karya dan membeli 2 karya putra-putri mereka dengan tunai Rp. 200.000,-.
Sungguh pembelajaran yang luar biasa ditunjukkan langsung oleh para orang tua yang memahami seni dan sebuah karya terkhusus buatan anaknya sendiri. Panitia membayangkan jika putra-putri mereka kelak akan bangga pada mereka sebagai figur yang patut diteladani dan dihormati karena mereka memiliki kepedulian dan mau menghargai anak yang mungkin hanya masih duduk di sekolah dasar. (Achung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar